Latar belakang Sitti Nurbaya

Sitti Nurbaya ditulis oleh Marah Rusli didasarkan pengalamannya bergaul dengan orang Eropah semasa pendidikan Belanda dan pekerjaannya dalam ilmu kedoktoran haiwan[1] sehingga semakin terikut pendirian dan pemikiran masyarakat digaulinya; Bakri Siregar, pengulas sastera Indonesia berlatarbelakang Marxis, menghujahkan bahawa pengalaman Rusli ini mempengaruhi bagaimana budaya Belanda dijelaskan dalam Sitti Nurbaya, serta suatu adegan di mana kedua tokoh utama berciuman.[2] A. Teeuw, seorang kritikus sastera Indonesia asal Belanda dan guru besar di Universitas Indonesia, mencatat bahwa penggunaan pantun dalam novel ini menunjukkan bahwa Rusli telah banyak dipengaruhi tradisi sastera lisan Minang, dengan dialog yang berkepanjangan menunjukkan bahwa ada pengaruh dari tradisi musyawarah.[3]

Kritikus sastera Indonesia Zuber Usman menunjukkan bahwa ada pengalaman lain yang lebih bersifat pribadi yang telah mempengaruhi penulisan Sitti Nurbaya serta tanggapan positif Rusli akan kebudayaan Eropah dan kemodernan. Menurut Usman, setelah Rusli menyatakan bahwa dia hendak mengawini seorang wanita Sunda, yang menyebabkan kehebohan di keluarganya, dia disuruh kembali ke kota kelahirannya dan dijodohkan dengan wanita Minang. Hal ini menyebabkan konflik antara Rusli dan keluarganya.[4]